F-22 Raptor, Foto: IMD |
Sejumlah F-22A Raptor dari 199th Fighter Squadron yang merupakan bagian dari 154th Wing of the Hawaiian Air National Guard dikerahkan ke Timur Tengah. Pengiriman ini dilakukan hampir bersamaan dengan serangan pertama yang dilakukan jet tempur Rusia di Suriah.
Tidak ada pengumuman resmi dari penyebaran ini dari Central Commando (CENTCOM). Pengiriman pesawat siluman ini hanya bersumber dari video yang diunggah di YouTube oleh urusan personil publik dengan deskripsi singkat di bawahnya.
Penyebaran dari F-22 ke Timur Tengah bukanlah hal yang baru. Jet tempur generasi kelima ini setidaknya sekitar setengah lusin dari mereka, telah memiliki kehadiran yang tampaknya konstan di sana untuk setengah dekade terakhir atau lebih. Mereka berpangkalan di Al Dhafra Air Base di UAE. Serangan ke ISIS yang dimulai tahun lalu juga telah menjadi debut dari Raptor di ajang pertempuran sebenarnya.
Tidak jelas juga apakh penyebaran 199 Fighter Squadron telah lama direncanakan sebagai pengganti F-22 yang sudah ada di daerah itu atau memang dikirim untuk meningkatkan kekuatan yang telah ada setelah adanya peningkatan kekuatan militer terutama pesawat Rusia di Suriah dan telah melakukan serangan udara.
Rusia ketika melakukan serangan akan melakukan koordinasi di jam-jam terakhir dengan Amerika. Satu jam sebelum serangan dimulai, mereka akan mengirimkan pemberitahuan kepada kedutaan besar Amerika di Irak bahwa Amerika memiliki waktu satu jam untuk membersihkan udara Suriah karena mereka akan melakukan serangan.
Mengirimkan F-22 untuk lebih dekat pada misi udara Rusia sepertinya memang pilihan masuk akal. Pesawat ini mampu terbang tanpa terdeteksi radar, menyerap intelijen elektromagnetik dari pesawat Rusia dan juga bekerja sebagai penjaga pesawat Amerika dan sekutunya serta dorne yang beroperasi di wilayah tersebut. Jika perlu, F-22 juga bisa menghadapi pesawat tempur Rusia jika hal itu harus terjadi.
Sampai sekarang, pesawat tempur kontingen Rusia di Suriah terhitung kecil. Hanya empat Su-30SM Flanker, 4 Su-34, 12 Su-25 dan 12 Su-24 yang hadir di sana ditambah sekitar 24 helikopter Mi-8 / 17 dan Mi-35.
Dengan jumlah yang kecil Su-30 kemungkinan besar akan berada dalam status quick-reaction alert dan terbang secara sporadis dalam misi perlindungan udara untuk serangan pesawat Rusia. Dengan kenyataan ini menunjukkan Rusia belum mengerahkan sistem rudal permukaan ke udara jarak jauhnya ke Suriah. Sehingga sebenarnya ancaman terhadap pesawat sekutu belum meningkat secara substansial.
Next: Saling Melecehkan
Tetapi situasi bisa berubah jika Rusia mengirimkan aset kontra udaranya ke medan perang tersebut. Jika Rusia menjalankan strategi ini maka sistem pertahanan S-300 akan menjadi pilihan dan akan memunculkan persoalan.
Jika ini terjadi maka peran F-22 menjadi sangat vital karena akan menjadi kekuatan yang mampu melakukan pengawasan terhadap sistem senjata tersebut. Sistem ini bisa mengganggu pesawat-pesawat koalisi yang melakukan misi serangan udara. Bisa saja sistem pertahanan rudal Rusia akan melecehkan pesawat koalisi dengan sekadar mengunci untuk menunjukkan keberadaan mereka telah terpantau.
Salah satu hal terbaik tentang F-22 adalah musuh sulit menemukan keberadaannya. Namun, hanya setengah lusin atau lebih jet di kawasan di pangkalan yang jaraknya sektiar seribu mil jauhnya dari Suriah masih kurang kredibel. Menambahkan enam atau lebih jet dari Hawaii ANG adalah cerita yang berbeda.
Selain itu, secara substansial F-22 yang dikerahkan ke wilayah CENTCOM memberikan pilihan yang tidak memiliki dengan pesawat tempur generasi ke-4. Pilihan dalam situasi militer seperti yang berpotensi volatile sangat berharga.
Mungkin akan pilot F-22 akan berkeliaran 60.000 kaki di atas pusat Suriah dengan mematikan modus siluman dan secara aktif memantau Flanker dengan radar dari lebih dari seratus mil jauhnya. Setelah itu segera menghilang. Ini hanya cara untuk mengingatkan Rusia tentang siapa yang mereka hadapi.
Sumber: IMD