Rafale juga dilengkapi sistem bantuan-pertahanan terintegrasi bernama SPECTRA |
Minat Indonesia untuk membeli kapal selam Prancis disebut muncul setelah pemerintah dikabarkan akan mengakhiri kontrak pembelian kapal selam dengan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) setelah menghadapi sejumlah masalah teknis.
Selain jet tempur dan kapal selam, lawatan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke Paris pada 11 hingga 13 Januari lalu itu juga dilaporkan tertarik membeli dua kapal perang korvet GoWind.
Mengutip laman Dassault-Aviation, Dessault Rafale yang dirancang sebagai pesawat tempur yang berpangkalan di daratan maupun kapal induk. Dassault Rafale didesain bersayap delta dipadukan dengan kanard (aeronautika) aktif terintegrasi untuk memaksimalkan kemampuan manuver zero gravity atau G (+9 G atau -3 G) untuk kestabilan terbang.
Bahkan Dessault Rafale (Squall) juga bisa bermanuver hingga 11 G dalam keadaan darurat, dengan laju kecepatan pendaratan hingga 115 knot.
Jet tempur Dessault Rafale disebut memiliki panjang 15 meter/tinggi 5 meter dan terbang perdananya pada tahun 1986 serta memiliki kecepatan maksimal 2.130 km per jam.
Rafale juga dilengkapi sistem bantuan-pertahanan terintegrasi bernama SPECTRA, yang bisa melindungi pesawat dari serangan udara maupun darat pakai teknologi siliman virtual berbasis perangkat lunak.
Kemampuan ini pernah ditunjukkan dalam sebuah pertempuran di Libya, di mana Rafale dapat melaksanakan misi secara independen untuk menghancurkan alat Pertahanan Udara Musuh (SEAD).
Rafale dapat menggunakan beberapa sistem sensor pasif. Sistem optik-listrik bagian-depan atau Optronique Secteur Frontal (OSF), dikembangkan oleh perusahaan Thales Group. Sistem perlindungan diri elektronik SPECTRA memberi pesawat ini kemampuan untuk bertahan melawan ancaman dari udara maupun daratan.
Dari sisi elektronik, pesawat ini dilengkapi sistem Thales RBE2 berjenis passive electronically scanned array (PESA). Oleh pabrikannya, Thales, alat ini bisa meningkatkan kewaspadaan terhadap jet tempur lainnya dan dapat mendeteksi secara cepat serta mampu melacak berbagai target dalam pertempuran jarak dekat.
Sebagai pelengkap, sistem radar juga dilengkapi RBE2 AA, berupa active electronically scanned array (AESA). Alat ini memiliki kemampuan mendeteksi musuh hingga 200 km. Radar ini diklaim sangat andal dalam mendeteksi lawan dan mengurangi perawatan dibandingkan jenis sebelumnya.
Mengutip militaryfactory, untuk menambah kemampuan supremasi udara, pabrikan juga memasang sejumlah sistem sensor pasif, yakni sistem optik-elektro berupa Optronique Secteur Frontal (OSF), yang terintegrasi dengan pesawat. OSF ini bisa mendeteksi dan mengidentifikasi target-target udara.
Sementara, untuk mendukung penerbangan dipasang modular avionik terintegrasi (IMA), atau biasa dikenal MDPU (data modular processing unit). IMA ini diklaim dapat membantu pilot selama operasi pertempuran berupa data analisis dari seluruh sistem sensor yang terpasang di dalam pesawat.
Selain menyerang musuh di udara, Rafale juga mampu menarget musuh-musuh di darat dengan peralatan mereka bernama alat intai Thales Optronics's Reco New Generation dan Damocles electro-optical.
Secara bersamaan, kedua alat ini memberikan informasi mengenai posisi target, membuka misi pengintaian dan telah terintegrasi dengan sistem IMA.
Rafale dilengkapi dua unit mesin Snecma M88, mesin ini membuat pesawat ini mampu melesat hingga 1,8 mach atau 1.912 km per jam dengan ketinggian puncak, dan ketinggian rendah 1,1 mach atau 1.390 km per jam.
Adapun soal persenjataan, peswat ini memiliki GIAT 30/719B cannon dengan 125 bulatan hingga rudal nuklir ASMP-A. Mengutip Aircraftcompare, harga satu pesawat ini mencapai US$115 juta atau setara dengan Rp1,5 Triliun. Sejauh ini negara yang sudah membeli pesawat Rafale adalah India, Libya, Inggris, dan Swiss.
Dassault Rafale, yang disebut sebagai satu-satunya pesawat tempur yang bisa menghindari sistem rudal S-200 milik Libya itu dinilai lebih bagus dari pesawat tempur milik empat negara Eropa (Inggris, Jerman, Itali, Spanyol) Eurofighter Thypoon.
Namun, ada beberapa kelemahan yang ada pada Rafale, salah satuya yaitu corong pengisian BBM (air refuelling probe) yang tidak dapat dilipat atau dimasukkan ke dalam body pesawat (non retractable probe) . Corong BBM tersebut cukup mengganggu visual. Tentu saja corong tersebut mengganggu pandangan pilot di kokpit pesawat.
Non retractable probe yang terpasang 'tetap' tersebut dapat menciptakan large blind spot pada cockpit view. Belum lagi ada anggapan non retractable probe akan menciptakan drag udara. Meski secara visual tampak cacat, namun desain Rafale lebih murah biaya perawatanya karena mudah bongkar pasangnya.
Sedangkan yang memakai moncong model retractable lebih mahal biaya perawatanya dan rawan macet. Perancis sendiri menerapkan desain ini pada semua tipe jet tempur garis depan seperti Rafale, Mirage 2000 dan Mirage F1, mengusung model non retractable probe.