Pejabat Korsel Negosiasi Program Pesawat Tempur KFX/IFX di Jakarta

Tidak ada komentar

Indonesia dan Korea Selatan telah memulai negosiasi ulang keterlibatan Indonesia dalam program pesawat tempur KFX / IFX. Pihak Jakarta akan mengakuisisi batch awal sebanyak 16 pesawat, untuk mengurangi beban keuangan program tersebut pada anggaran negara Indonesia.

Sebuah delegasi yang terdiri dari para pejabat dari Korea Aerospace Industries (KAI) telah tiba di Jakarta untuk menegosiasikan kembali partisipasi Indonesia dalam program bersama untuk mengembangkan dan membangun pesawat Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX).

Menurut informasi dan dokumen yang diberikan kepada Jane pada 23 Januari oleh narasumber dari komisi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bidang pertahanan, intelijen, dan luar negeri (Komisi I), sebuah pertemuan untuk membahas program tersebut diadakan selama dua hari sejak 24 Januari.

Menghadiri pertemuan atas nama Jakarta adalah tim perwakilan dari perusahaan dirgantara milik negara PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Kementerian Pertahanan Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (POLHUKAM).

Dokumen yang diberikan kepada Jane, yang memberikan perincian poin-poin diskusi yang diangkat pada pertemuan tersebut, juga menunjukkan bahwa Indonesia mengusulkan perpanjangan kewajiban pembayarannya dalam program tersebut hingga tahun 2031.

Untuk lebih mengurangi beban pada anggaran pertahanan nasionalnya, Indonesia juga mengusulkan pembayaran untuk program tersebut melalui kesepakatan-kesepakatan imbal dagang (counter trade deals), bukan dengan uang tunai, mirip dengan strategi yang digunakan dalam akuisisi pesawat tempur Su-35 dari Rusia.

Selain itu, Jakarta menuntut hak kekayaan intelektual yang lebih besar atas teknologi yang dikembangkan dalam program ini dengan tujuan untuk mengkomersialkannya di masa depan.

Berdasarkan perjanjian keuangan awal KFX/IFX yang ditandatangani antara kedua negara pada tahun 2015, Indonesia berkewajiban untuk membayar 20% dari total biaya pengembangan program tersebut, yang diperkirakan bernilai sekitar USD8 miliar.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.